Menelisik Sejarah Indie Pop di Indonesia

Menelisik Sejarah Indie Pop di Indonesia

Sumber Foto : Muhammad Asranur

Hingga saat ini, Indie Pop masih digandrungi atau bahkan semangatnya semakin meluas dengan segala warna baru di dalamnya

Ranah musik arus pinggiran memang selalu punya daya pikat tersendiri yang mampu menarik atensi lebih. Muncul dengan warna berbeda dengan arus utama, musik arus pinggiran mencuat dengan pakem Do It Yourself (DIY) yang menjadikan ranah ini ‘spesial’. Bukan hanya tentang musik punk, hardcore, metal dan musik keras lainnya, musik pop juga memiliki basis di arus pinggiran, dan eksistensinya sudah sedari dulu mencuat ke permukaan. Lalu bagaimana indie pop bisa masuk ke Indonesia? Oke, mari kita bahas!

Indie Pop pertama kali muncul ketika era Punk sudah di titik pancaroba, atau lebih tepatnya di era 70an akhir. Punk yang dinilai harus berambut Mohawk, bertindik, bertato, jaket penuh emblem, dan aksesoris slengean lainnya agar terlihat ‘sangar’, nampaknya tidak diamini bagi sebagian pemuda kala itu yang di mana mereka beridealis punk namun tidak setuju dengan fesyen sebagian besar pelaku punk. Alhasil para punk yang tidak ingin berpenampilan ‘ribet’ memilih untuk tampil rapih dan mulai membentuk basis baru yaitu Post-Punk (kelak disebut sebagai Indie Pop).

Menelisik dari apa yang dikatakan oleh Irfan Popish pada bukunya “Bandung Pop Darling”, bahwasanya karakteristik musik yang dibawa para pelaku Indie Pop tidak bisa disebut Pop dan juga tidak bisa disebut sebagai punk yang musiknya bising bertempo cepat. Namun satu idelogis yang akhirnya menjadi benang merah keduanya adalah Independen, self-indulgent, self-sustain, dan seperti yang dikatakan di awal yaitu spirit Do It Yourself (DIY).

Bukan hanya ditandai dengan kemunculan Post-Punk, eksistensi Indie Pop diperkuat dengan munculnya album kompilasi NME C-86 di tahun 1986. Kompilasi tersebut seakan menjadi sebuah pakem skena Indie Pop kala itu, atau bahkan hingga sampai sekarang masih berkiblat pada album kompilasi tersebut. Sebagai informasi, album NME C-86 diakui sebagai tonggak kelahiran Indie Pop yang di dalamnya berisi 22 band dengan ragam warna namun memiliki ‘roots’ yang sama seperti Primal Scream, The Pastel, The Mighty Lemon dan masih banyak lagi. Dan sejak dirilinya album tersebut, bendera Indie Pop semakin berkibar dan disebut-sebut sebagai C-86 Movement.

Kiprah Indie Pop semakin menjadi-jadi dengan hadirnya band-band British-Pop (Britpop) seperti The Smiths, Pulp, Suede, The Stone Roses, Oasis, Blur dan banyak lagi, yang menandakan sebagai lanjutan dari British Invasion di era 80an akhir dan 90an awal. Era ini disinyalir menjadi puncak bagi Indie Pop di mana geliatnya tersebar ke banyak arah, termasuk Indonesia. Di saat basis ‘barat’ sedang memuja eksistensi Indie Pop yang sedang panas-panasnya, orang-orang Indonesia yang memiliki akses bolak-balik luar negeri dan membawa segala informasi tentang Indie Pop ke Tanah Air.

Dari perputaran informasi tersebut, kemudian Indie Pop mulai dikenal di Indonesia. Bandung dan Jakarta menjadi dua sejoli awalnya Indie Pop lahir di negeri ini, yang ditandai dengan munculnya band Pure Saturday, Rumah Sakit, Cherry Bombshell, Pestol Aer, dan Planet Bumi sebagai pioneer Indie Pop di Indonesia. Nama Indie Pop sendiri diambil dari kata Independent Pop, berarti Pop yang berjalan mandiri tanpa bantuan label-label di arus utama. Kala itu muda-mudi yang menggemari Indie Pop di Indonesia kerap disebut dengan sebutan ‘Indies’.

Perkembangan musik-musik Indie Pop di Indonesia diawali dengan tampilnya band-band Indie Pop era awal di pensi sekolah, acara kampus, dan acara komunitas. Perlahan tapi pasti, kiprah Indie Pop mulai melebar dengan hadirnya gigs rutin yang dilaksanakan di Poster Café (Jakarta) dan Gor Saparua (Bandung). Meskipun sempat terjadi gesekan antara Indie Pop dan genre musik cadas lainnya, namun semangat yang dibawa dan juga pakem yang selalu diamini oleh para pelaku Indie Pop mampu bertahan dan bahkan membawa Indie Pop ke ranah yang lebih luas.

Eksistensi Indie Pop di Indonesia semakin melejit dengan hadirnya MTv yang sering memutarkan musik-musik Indie Pop, yang geliatnya mampu melahirkan band-band Indie Pop baru seperti C’mon Lennon, The Sastro, Ballads of the Cliché, Fostan, Aidoaudio dan masih banyak lagi. Hingga saat ini, Indie Pop masih digandrungi atau bahkan semangatnya semakin meluas dengan segala warna baru di dalamnya.

BACA JUGA - “Bandung Pop Darling” : Tonggak Sejarah Perkembangan Scene Pop Bandung

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner