Kreativitas Visual si Penyampai Pesan
Selain sebagai sarana dalam menyajikan kreativitas dan pembentukan citra atau brand image dari sebuah band, keseruan dalam pembuatan video klip juga pada ouputnya bisa menyampaikan pesan untuk penikmat karya kita
The Buggles, sebuah kelompok musik New Wave asal Inggris yang dibentuk pada 1977 oleh Trevor Horn, Geoff Downes dan Bruce Woolley ini menorehkan catatan penting kala mereka merilis lagu “Video Killed the Radio Star”. Perilisan lagu & video klip ini menjadi penting karena berhubungan erat dengan eksistensi MTV (Music Television) yang dianggap sebagai inovasi baru dalam menikmati musik. Video klip “Video Killed the Radio Star” menjadi jadi sorotan karena menjadi yang pertama yang ditayangkan MTV pada 1 Agustus 1981.
Selanjutnya, seperti yang kita tahu bersama kalau MTV kemudian menjadikan rujukan banyak penggemar musik mendapatkan referensi. Menariknya, banyak band atau solois yang seolah menemukan jalan untuk mencitrakan dirinya berkat adanya video klip. Mungkin sebelum era video klip, banyak musisi yang mencitrakan dirinya hanya di atas panggung, dengan berbagai penampilannya yang eksentrik. Sampai kemudian MTV dengan deretan video klipnya menjadi wadah yang seru bagi mereka mengolah kreasi dalam membentuk citranya sebagai musisi. Kreativitas yang biasanya hanya bersumber pada olahan suara saja, sejak saat itu dilengkapi pula dengan kreativitas visual yang menarik.
Beberapa band seperti Kiss, Misfits, hingga David Bowie misalnya menjadi semakin kuat menciptakan brand image dirinya dengan beberapa video klip yang mereka rilis. Dengan riasan dan kekhasan kostum panggung, ditambah dengan sajian visual dalam video klip, citra yang mereka ingin tampilkan terasa lengkap, karena penggemar disajikan paket komplit, dari mulai musik hingga visual.
Seiring berjalannya waktu, sajian video klip kemudian menemukan gaya baru yang lebih ‘bercerita’ dalam penggarapannya. Seolah video klip-video klip ini menjadi semacam film pendek yang meluaskan esensi dan estetika lagunya itu sendiri. Pada tahun 90an ada Guns N' Roses dengan video klip “November Rain” yang cukup niat dalam mengolah script cerita hingga tampilan visualnya yang menyerupai sebuah film. Lalu tahun 2000an ada juga Green Day yang merilis “Jesus Of Suburbia”, juga dengan pendekatan ‘cerita’ yang kuat dalam video klipnya. Selain itu banyak juga band-band yang punya concern cukup tinggi dengan sajian video klipnya, seperti misalnya Thirty Seconds To Mars dengan video klip “From Yesterday” yang menyajikan nuansa kolosal dalam olahan kreativitasnya. Semuanya seru dan sedikit banyaknya membuka pikiran saya dan juga Rosemary soal video klip. Nyatanya sebuah video klip bisa jadi sarana yang menyenangkan untuk kita menyampaikan pesan lewat visual.
Hal itu pula lah yang kemudian melahirkan “All Over Me” yang kita sajikan dalam dua gaya berbeda, dari video klip hingga film pendek berdurasi 15 menit. Lagu “All Over Me” sendiri merupakan lagu ciptaan Gatot yang bercerita tentang masa-masa sulit atau titik terendah saat masa pandemi. Lagu ini lebih menceritakan seseorang yang survive mencari kerja. Seperti kita tahu, tidak hanya saya atau Gatot, tapi mungkin ada ribuan bahkan jutaan orang lainnya yang berusaha keras bertahan selama masa pandemi waktu itu. Hal ini kemudian semakin bertambah sulit ketika masing-masing dari kita berusaha mencari penghidupan dari sesuatu yang kita suka, atau yang menjadi passion kita.
Di lagu ini Gatot menulis dengan sangat personal tentang jatuh bangun atau dinamika seseorang akan hidupnya. Satu hal yang kemudian dituangkan dalam cerita di film pendek “All Over Me”.
Meski dikemas dalam format yang berbeda, video klip dan film pendek “All Over Me” menyuguhkan pesan yang sama, yakni tentang dinamika hidup dan passion yang menyala. Sejauh mana kita mau berdarah-darah dengan apa yang kita suka, atau kita menyerah dan memilih mengerjakan sesuatu yang kita tidak suka, hanya karena tuntutan keluarga atau orang terdekat.
Video klip dan film pendek ini sendiri diproduksi dan distribusikan oleh Broken Board Records (label yang menaungi karya-karya Rosemary) dan bekerjasam dengan program study film & televisi dari kampus UPI Bandung, dengan melibatkan nama Nala Nandana Undiana sebagai sutradaranya. Perilisan video klip dan film pendek ini bisa dibilang menjadi sebuah pergerakan atau isu baru bagi Rosemary pasca pandemi. Dengan perilisan ini kita komit untuk meneruskan mesin band ini dengan ragam hal seru yang bisa kita buat dan sajikan untuk siapapun penikmat karya Rosemary.
Seperti yang saya tulis di atas, selain sebagai sarana dalam menyajikan kreativitas dan pembentukan citra atau brand image dari sebuah band, keseruan dalam pembuatan video klip juga pada ouputnya bisa menyampaikan pesan untuk penikmat karya kita. Lepas dari pesannya sampai atau tidak, setidaknya menurut saya, video klip menjadi perpanjangan tangan dari apa yang ingin kita sampaikan. Dalam konteks lagu “All Over Me”, saya percaya jika kita konsisten dan komit dengan yang kita suka (passion), cepat atau lambat kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan dan hidup dengan mimpi kita. Dengan Rosemary salah satu mimpi itu saya rakit dan bisa bertahan hingga hari ini. Bukankah hidup terlalu singkat untuk kita habiskan dengan sesuatu yang tidak kita suka?
Comments (0)