Audio Visual Sebagai Suatu Kesatuan
Bayangkan jika anda menonton film tanpa suara pasti bagian-bagian dari scene tertentu. Pasti, bagian film tanpa suara itu tidak sehidup setelah musik atau backsound mengiringi adegan tersebut. Hal ini tidak berlaku untuk film bisu, atau mungkin kalau kalian sudah bisa menerima keheningan dan kesenyapan total sebagai musik, seperti karya komposer avant-garde John Cage dengan "4’33", atau yang dikenal juga dengan “silent music” yang bisa kalian cek di YouTube. Saya sempat membawakan ini, dan ternyata sulit, hahaha!
Balik lagi ke film dan musik. Bagi saya, dua hal itu merupakan suatu kesatuan. Masih terngiang di kepala saya soundtrack atau backsound dari film di masa bocah saya, seperti "Jurassic Park", "Teenage Mutant Ninja Turtles", "Ghostbusters" atau "Star Wars" yang sangat mudah nempel di kepala dan susah untuk dilupakan. Begitu mendengar nada dari soundtrack film itu, pasti langsung terlintas plot atau adegan yang ada dalam film tersebut. Bisa jadi bagian awal film, akhir atau klimaksnya.
Soundtrack film yang pertama saya punya semasa taman kanak-kanak adalah "California Man" atau "Encino Man". Film ini menceritakan kisah seorang manusia purba yang telah membeku dari zaman purbakala, lalu mencair dan “hidup kembali” di masa modern, tepatnya era '90an awal. Mungkin, film ini juga yang menjadi fondasi alam bahwa sadar saya, yang mempengaruhi saya beberapa tahun selanjutnya untuk menjadi tertarik pada hal-hal yang berbau purba.
Comments (0)