Bersepeda Malam

Bersepeda Malam

Langit tampak mendung, jalanan pun ramai dan bising.  Sore hari di kota Bandung yang identik dengan kemacetan jam pulang kantor sudah menjadi makanan sehari-hari yang kita lahap bulat-bulat. Tak perlu protes, bukan hanya Bandung yang memiliki ritme seperti ini, seluruh kota di dunia pun mengalaminya.

Saya asik mengayuh sepeda sepulang kantor, kali ini berlawanan arah dengan para pengendara yang berlomba pulang ke rumah mereka di daerah Bandung timur. Kota ini cukup nyaman untuk dinikmati, terlebih jika pikiran dan mulut kita berhenti mengumpat tentang hal-hal buruk yang terjadi padanya waktu ke waktu. Tak perlu mengingat-ngingat wajah kota yang katanya dulu begini dulu begitu, kadang kita lupa seberapa pesat kota ini berkembang.

Menjejali telinga dengan musik-musik khas tanah sunda sambil mengayuh sepeda adalah hal baru yang belakangan saya sukai. Cobalah bersepeda sambil mendengar lagu "Mawar Bodas" milik alm. Darso. Saya jamin, rasa lelah akan hilang berganti rasa haru bahkan sampai mencucurkan air mata (jika mengerti liriknya). Tapi seperti itulah, bagi saya kota ini sangat dramatis. Mungkin karena saya hobi berkhayal, coba melupakan kepenatan dengan mencipta hal-hal asyik dalam pikiran.

Meski jalanan sedang sembrawut, saya sih enjoy saja menikmati sore ini. Mengarahkan sepeda saya kemana saja, sambil berharap jalanan menuju rumah saya yang berlokasi di Bandung Timur segera sepi. Mau tak mau, saya harus menunggu hingga malam datang...

Bersepeda malam-malam? Sendirian? Dalam kondisi mata yang bisa melihat hantu? Ini sih namanya uji adrenalin. Tapi mari berdoa saja, agar "mereka" sedang tak ingin berbasa-basi dengan saya yang asik mengayuh sambil mendengarkan lagu.

***

Beberapa ruas jalan memang tak seramai jalan-jalan lainnya. Sepeda yang saya kayuh seperti dituntun menuju komplek-komplek perumahan bergaya Belanda yang gelap dan cenderung sepi. Dengan volume lagu yang kencang di telinga, keberanian seperti bertambah 200%, membuat saya seolah tak peduli pada lingkungan yang mungkin tak terlalu kondusif untuk saya.

Saya hentikan dulu sepeda, mengganti lagu Darso menjadi lagu lebih upbeat milik Bungsu Bandung, penyanyi pop sunda yang melejit lewat lagu "Talak Tilu" dan "Mobil Butut"nya. Tujuannya sih agar lebih bersemangat mengayuh, terutama jika tiba-tiba saya terjebak dalam kondisi yang mengharuskan saya mengayuh sepeda lebih kencang.

"Ah sial, ga ada mobil yang lewat!" Tiba-tiba saya yang sejak tadi menghindari macet, bergumam kesal berharap kemacetan datang dengan sekejap di depan mata. Betapa tidak, meski alunan musik terus mengalir di telinga, mata saya tak bisa berhenti menatap ke arah pohon besar yang menjulang tinggi di sebelah kanan jalan. Keadaan terasa begitu gelap. Padahal belum terlalu malam, tapi saat ini suasana terasa sangat sepi bagai tak ada kehidupan. Entah kenapa, ada sesuatu yang rasanya janggal diantara pepohonan itu.

Sepeda terus saya kayuh, coba menambah kecepatan mengayuh meski sungguh terasa sangat lambat, bahkan lebih lambat daripada kecepatan sepeda sebelumnya. Saya tidak terlalu suka tempat gelap, apalagi jika sedang sendirian. Rasanya selalu merasa seperti ditertawakan oleh "mereka" yang bisa merasakan ketakutan saya.

Ah, peduli setan dengan rasa takut ini. Saya coba menyemangati diri dengan ikut bersenandung mengikuti lirik lagu yang sedang saya dengarkan sambil menatap ke arah lain, tak lagi memerhatikan pohon besar itu. Saat rasa takut mulai pudar, tiba-tiba saja sesuatu mengenai kepala saya. Seperti ada sesuatu yang dilemparkan dari atas pohon, entah batu kerikil atau hanya biji pohon. Meski kaget, saya coba bersikap tenang dengan terus bernyanyi dan mengayuh sepeda. Dan tiba-tiba, kepala saya dilempari lagi oleh benda-benda kecil dari atas pohon, tak hanya sekali... bahkan hingga 3 kali. Reflek kepala ini mendongak ke atas, menatap ke arah pohon.

"Tak bisa berkata-kata, tepat di atas pohon itu saya melihat beberapa perempuan berbaju putih tampak bergelantungan bebas sambil menatap saya dengan pandangan melotot dan senyum mengerikan"

Hanya mampu berdiam mematung, menghentikan sepeda. lalu kembali menatap ke atas sana. Kaki terasa kaku, tak mampu kembali mengayuh. Mereka masih ada disana, tertawa-tawa seperti gadis kecil yang asik melakukan sebuah permainan.  Saat itu, saya ketakutan. Aneh, padahal saya mendengarkan lagu dengan volume keras menggunakan earphone, tapi suara tawa mereka masih terdengar sangat jelas dan mampu mengalahkan kerasnya musik yang diputar.

Tubuh bergetar ketakutan, keringat dingin bercucuran.

Entah mendapat kekuatan dari mana, tiba-tiba saya berlari menggiring sepeda, menuntunnya sambil berlari terbirit-birit. Suara tawa itu semakin jelas terdengar. Saya bersikap seolah tak mendengar, memusatkan perhatian saya ke arah jalanan di depan. Enggan rasanya untuk mendongakan kepala, saya tak mau tahu lagi apa yang sedang mereka lakukan di atas sana.

Sepeda terus dituntun, kaki terus berlari. Lama-kelamaan, terasa semakin berat... semakin lelah... semakin sesak. Saya kehabisan tenaga, karena kedua tangan ini pun mulai kehilangan kekuatan untuk menuntun sepeda, terasa sangat berat.

Berat, dan semakin berat...

Tanpa sadar, saya agak memalingkan wajah saya ke belakang. Dan seketika itu juga saya berteriak, lalu melepaskan pegangan tangan dari sepeda hingga sepeda itu terjatuh dengan keras. Seiring itu, earphone saya terlepas. Membuat kedua telinga saya bisa menangkap segala suara. Dan yang mendominasi adalah suara tawa perempuan, sejenis dengan apa yang saya lihat di atas pohon.

Namun posisinya sekarang berdiri tak jauh dari tempat saya berdiri, rupanya dia berhasil melompat dari sepeda sesaat sebelum sepeda terjatuh. Sebelumnya saya melepaskan pegangan tangan dari sepeda, karena saya melihat perempuan itu tengah asik duduk di jok sepeda sementara saya bersusah payah menuntunnya. Keterlaluan.

Saya kabur malam itu, dan meminta teman saya membawa sepeda ke lokasi tempat terakhir saya menjatuhkannya. Untuk sementara waktu, saya berhenti dulu bersepeda malam ke tempat sepi. Ah, kuntilanak sialan.        

Foto:
Giphy
runningrebellion.wordpress.com

Partime singer, partime writer, & partime ghosthunter

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner