Catatan Bodoh Musik Indonesia Hari Ini
Bab 2. Melihat Bandung dari Ibukota
Merunut permasalahan banyak hal ada sesuatu yang hilang dari kota Bandung, awal kepergian saya adalah tindak represif dari aparat bagi kaum kreatif kota Bandung saat itu. Lalu muncul satu persatu permasalahan lainnya kelak. Begitu banyak kepingan CD demo band masuk ke meja redaksi setiap bulannya, untuk kami resensi serta mengulas profil band-band lintas pulau dan provinsi di Indonesia (tak ada muatan musik mancanegara dalam tulisan ini). Sebelum saya meracau lebih jauh ada baiknya saya memastikan terlebih dahulu pada bab ini bahwa: saya tidak akan berbicara perihal apapun tentang skena musik metal, disamping karena ini bukan keahlian saya dan lebih baik saya tutup mulut tentang skena metal, yang merupakan salah satu skena genre tertua yang menurut saya kini sudah sangat mapan, serta bisa berdiri sendiri di Indonesia.
Redaksi yang biasa saya pegang adalah di wilayah musik sidestream yang lebih kontemporer, dan kala itu saya melihat gejala yang cukup meresahkan. Mungkin sekitaran tahun 2007 kegundahan ini makin memuncak, dan pertanyaaannya adalah mengapa secara kuantitas dan kualitas band Bandung angkanya merosot drastis, khususnya bagi para pendatang baru. Hanya band-band "tua" itu-itu lagi yang kerap mengisi panggung-panggung, untuk ukuran Bandung dengan label "trend setter" dari masa lalu.
Obrolan setengah serius ini pernah terjadi dan saya tanyakan kepada Arian13 Seringai (Eks-Puppen), saat itu beliau mengamini keresahan yang saya rasakan saat itu, setidaknya saya tidak sendiri. Selaku "putra daerah" yang hidup di ibukota kami mencoba merunut dimana inti permasalahannya. Analisa gembel ini kalau tidak salah tertuang pada tahun 2008, dan ternyata memang kami melihat sesuatu di Bandung, dengan kondisi yang cukup carut marut. Tragedi Beside adalah pemicunya disamping geng-geng motor peliharaan pemerintah kota mulai meresahkan warga, hingga menjadikan suasana Bandung makin kurang kondusif. Pembangunan TOL Padaleunyi dengan penanda jalan layang Pasupati bak jembatan "Golden Gate" San Fransisco (bukan martabak) itu lumayan memberikan efek samping, dengan kemudahan akses itulah justru membuka jalur penebaran "sampah-sampah" kota metropolitan Jakarta.
Disamping itu banyak keluhan dari teman-teman di Bandung saat itu adalah dengan diberlakukannya "Jam Malam", yang membuat posisi musisi Bandung terpojok, dan yang paling krusial adalah efek minimnya sarana ekspresi bermusik saat itu. Yang saya ingat lagi adalah munculnya cerita pelabelan bagi para band-band di Bandung saat mengurus ijin tampil dari pihak yang berwajib, hingga yang dirasa paling kesulitan mendapatkan ijin terutama bagi teman-teman yang memiliki genre musik keras. Keadaan yang benar-benar menyedihkan.
Comments (0)